Saturday, January 7, 2012

Guilford dan Pandangan Psikometrik Moden Terhadap Kreativiti

Pandangan psikometri modern tentang kreativiti bermula pada tahun 1950 berdasarkan pidato presiden tahun 1949 yang diterbitkan oleh Guilford untuk American Pschychological Association ( APA: Guilford, 1950). Pada ketika itu, Guilford merupakan salah satu pemimpin dari pergerakan psikometri di Amerika. Pidato presiden tersebut digunakan Guilford untuk mengemukakan bahawa psikologi boleh dikaitkan dengan kreativiti. Guilford mencatatkan bahawa tidak ada sedikit pun mengenai kreativiti ditemukan di dalam ilmu psikologi. Beliau mempresentasikan idea-ideanya dengan harapan dapat menstimulasi psikologi-psikologi lain agar berkaitan bagi mengukur kapasiti berfikir kreatif dan potensi-potensi untuk menjadi kreatif, sebagaimana mereka jalankan kajian terhadap orang-orang yang telah berhasil menjadi kreatif.
Munculnya projek Guilford tersebut akibat dari adanya tekanan politik, orang-orang Amerika pada saat itu merasa terdapat kesalahan pada diri mereka disebabkan orang-orang Amerika belum mampu melebihi kemampuan orang-orang Rusia yang lebih maju dalam bidang teknologi. Projek tersebut dimulai dengan mengumpulkan seluruh test-test psikologi dan menganalisanya, kemudian dari analisa tersebut ditemukan bahawa terdapat cara berfikir yang tidak diajarkan di bangku sekolah yaitu “berfikiran alternative” (alternative thinking).


THINKING DAN KONVERGEN THINKING
Guilford menyatakan terdapat dua cara berfikir yang berbeza, yaitu cara berfikir konvergen dan cara berfikir divergen.
a)      Cara berfikir kovergen- iaitu cara berfikir yang hanya berupa satu bentuk kata yang tertumpu pada satu jawapan sahaja. Dalam berfikir konvergen ini hanya ada satu jawapan yang dianggap benar. Contohnya: ibu kota jawa timur adalah surabaya (hanya ada satu jawaban yang benar).
b)     Cara berfikir divergen-  ada beberapa hal yang boleh dikategorikan merupakan kegiatan berfikir divergen:
                                i.            Penyelesaian masalah dengan menggunakan pelbagai alternatif. Dalam berfikir divergen, satu pertanyaan boleh menghasilkan pelbagai jawapan.
                             ii.            Selain penyelesaian masalah dengan berbagai alternatif, menimbulkan sesuatu masalah juga termasuk kegiatan berfikir divergen. Dan biasanya memerlukan masa untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Memunculkan suatu ide atau gagasan merupakan kegiatan berpikir divergen yang baru. Diawali dari kelompok yang merasakan bahwa ada suatu masalah sehingga muncul ide-ide dan gagasan tersbut yang merupakan suatu pembaharuan. Exp: ilmuan yang selalu menimbulkan masalah-masalah baru, pada akhirnya akan menuju pada suatu pembaharuan. Kemudia dari hal yang sudah di perbaharui akan diperbaharui lagi secara terus menerus.Divergen Thinking dan Konvergen Thinking
Di dalam bidang pendidikan biasanya para pendidik lebih menekankan siswa pada cara berfikir konvergen, yang mana siswa hanya diminta untuk mengingat informasi-informasi yang factual. Sedangkan cara berfikir divergen mengharuskan siswa mempunyai beberapa jawaban yang berbeda-beda untuk satu bentuk pertanyaan, dan jawaban yang benar bisa sangat subyektif sekali.
Bentuk kongkrit dari kegiatan berfikir divergen dan konvergen:
a)      Bentuk kegiatan berpikir divergen dengan kegiatan yang memperbaharui secara terus menerus.
b)     Sedangkan konvergen berupa penambahan materi-materi yang sudah dimiliki. Exp: yang awalnya berpikir konvergen hanya menghasilkan 20, dengan berpikir konvergen lagi akan menghasilkan 23.
KOMPONEN DIVERGENT THINKING (CREATIVE THINKING)
Pemikiran Guilford lebih terpusat pada produksi ide. Ia beranggapan bahwa semakin banyak ide yang bisa dihasilkan seseorang, semakin besar pula kesempatannya untuk memilih salah satu ide yang paling berguna. sehingga dalam penelitiannya tentang intelligence, Guilford menggambarkan berfikir kreatif sebagai suatu sifat yang didasari oleh tiga factor:
a)      . Fluency: merupakan kemampuan untuk memproduksi beberapa alternative solusi/pemecahan masalah dari sebuah masalah dalam periode waktu tertentu dan relevan untuk bebebrapa situasi. Bisa dicontohkan dengan mengurutkan beberapa sinonim atau antonym dari satu kata dengan ketentuan waktu.
b)     Flexibility: merupakan kemampuan untuk menubah-ubah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah. Bisa dicontohkan dengan kemampuan kita untuk mengubah/mengalihkan metode dalam memecahkan masalah matematika dengan menggunakan strategi yang berbeda.
c)      Originality: merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan sebuah karya baru atau solusi-solusi yang khusus atau unik dan berbeda. Contohnya: membuat mukenah kecil atau baju renang muslimah.
d)     Elaboration: kemampuan untuk memikirkan detail dari sebuah ide dan menerapkannya.
Dari ketiga faktor dasar tersebut Guilford mengkombinasikannya kedalam divergent thinking, suatu cara berfikir yang memainkan peran kritis dalam proses kreatif yang memungkinkan seseorang untuk menghasilkan ide-ide yang berbeda atau lain dari cara yang biasanya digunakan. Ia mengasumsikan bahwa divergent thinking adalah karakteristik umum atau sifat dari orang-orang, dan ia relevan untuk semua tingkatan dari semua aktivitas yang memungkinkan untuk diselesaikan secara kreatif.

DIVERGENT THINKING SEBAGAI TES KREATIVITAS
Bersamaan dengan proyek Guilford (1950), desain-desain tes penelitian telah berkembang untuk mengukur kemampuan seseorang dalam berfikir secara kreatif. Kemampuan untuk memproduksi ide-ide yang berbeda dari biasanya diasumsikan sebagai divergen thinking yang menghasilkan ide-ide yang kreatif. Disain tes dibuat untuk menilai kemampuan berfikir secara divergen pada anak-anak pada usia yang berbeda-beda.
Guilford (1950) mengembangkan tes yang mana diantaranya untuk mengukur divergent thinking. Divergent thinking terbentuk dari beberapa komponen dasar berfikir kreatif, diantaranya fluent, fleksibel dan original thinking. Ia mengembangkan sejumlah pengukuran yang berbeda untuk menentukan dengan lebih mudah bagaimana seseorang dibandingkan dengan tingkat kemampuan yang dimiliki. Tes ini, dan tes lainnya yang sejenis yang dikembangkan oleh para peneliti telah digunakan dalam berbagai setting yang berbeda seperti: di sekolah, digunakan untuk menyaring anak-anak untuk program anak berbakat, dalam industri digunakan menentukan upah atau gaji karyawan, dan dalam penelitian digunakan untuk menyeleksi partisipan-partisipan yang kreatif untuk studi penelitian.
Guilford mengatakan bahwa pemecahan masalah yang kreatif jelas sekali sangat berhubungan dengan cara berfikir divergen, oleh karena itu kreatifitas sering diukur menggunakan tes berfikir divergen. Aspek-aspek yang dinilai adalah: quantity, originality dan importance.
Quantity, diukur dari beberapa jawaban yang berbeda yang dihasilkan, originality, bisa diukur dengan menjumlahkan ada berapa orang yang memberikan jawaban yang sama, akhirnya pemecahannya harus dipertimbangkan secara keseluruhan dengan seluruh keterampilan yang dimilikinya.
Guilford mengungkapkan bahwa divergen thinking hanya satu komponen dari berbagai komponen untuk mengukur kemampuan kreativitas seseorang. Kemampuan lain yang juga memainkan peranan diantaranya “konvergent thinking” sebagai kemapuan untuk mengevaluasi setelah mereka mendapatkan berbagai macam ide. Sering kali peneliti-peneliti menolak aspek-aspek lain dari uraian Guilford kemudian menjadikan divergent thinking sebagai patokan untuk berfikir kreatif dan telah menetapkan tes divergent thinking sebagai salah satu tes kreativitas. Perlu diingat, bahwasanya tes ini bukan digunakan untuk mengukur kreativitas, akan tetapi tes ini digunakan untuk mengukur satu komponen, yang menurut Guilford merupakan komponen yang penting, dari kapasitas kreatifitas dan untuk menunjukkan satu komponen potensial untuk berfikir kreatif.
Beberapa investigasi-investigasi yang telah dilakukan tentang karakteristik kepribadian individu yang kreatif juga menggunakan tes divergen thinking sebagai kriteria untuk mengelompokkan orang sebagai individu yang kreatif. Selain itu pelatihan-pelatihan untuk merubah seseorang untuk berfikir divergen telah terbukti meningkatkan kreatifitas.




DIVERGENT THINKING DAN PRIBADI YANG KREATIF
Peneliatian psikometri tentang kreatifitas, khususnya untuk menguji divergen thinking dan menilai pribadi yang kreatif, telah dilakukan selama lebih dari 50 tahun dan menjadi stimulus bagi banyak penelitian. Guilford beranggapan bahwa kemampuan untuk berfikir kreatif terdapat pada setiap individu meskipun hanya sedikit.
Pemikiran Guilford tentang berfikir kreatif yang didasari oleh divergen thinking tidak mendapatkan dukungan kuat dari penelitian-penelitian dunia tentang berfikir kreatif. Penelitian tentang pribadi yang kreatif misalnya tidak menunjukkan bukti kuat bahwa terdapat hubungan kausalitas pada variable-variabel kepribadian dengan kreatifitas.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang negatif tersebut bisa dibuat kesimpulan bahwa kreatifitas mungkin tidak didasari oleh cara berfikir yang khusus ataupun beberapa karakteristik kepribadian.
Tips-Tips dan Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Divergen dan Konvergen Thinking
Dalam penerapannya, akan lebih baik jika kita menggunakan kedua bentuk berfikir (berfikir secara divergen maupun konvergen) secara seimbang untuk mendapatkan pola pemikiran yang lebih optimal, akan tetapi tidak bisa dipungkiri setiap individu pasti mempunyai kecenderungan untuk berfikir secara divergen atau konvergen. Individu yang cenderung berfikir secara konvergen biasanya cara berfikirnya lebih logis, sedangkan orang yang cenderung berfikir secara divergen cenderung mempunyai pola pikir yang lebih fleksibel.
Individu yang cenderung berfikir konvergen biasanya mempunyai kemampuan lebih di bidang yang berhubungan dengan matematika dan sains, sedangkan individu yang punya kecenderungan berfikir secara divergen biasanya mempunyai kemampuan lebih pada bidang sastra dan seni.


No comments:

Post a Comment